Sabtu, 03 Juni 2017
Jumat, 02 Juni 2017
Home
Materi Fiqih Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah
Semester 1
Semester 1
- Menyukai Makanan Yang Halal & Menjauhi Haram
- Minuman Yang Halal & Haram
- Binatang Halal & yang Haram
- Jual Beli
- Pinjam Meminjam
Tentang
Mata
pelajaran Fiqih adalah bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang
diarahkan untuk menyiapkan peserta didik dalam mengenal, memahami,
menghayati dan mengamalkan hukum Islam, yang kemudian menjadi dasar
pandangan hidupnya melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, pelatihan,
penggunaan pengalaman, pembiasaan dan keteladanan.
Mata pelajaran Fiqih
dalam kurikulum Madrasah Ibtidaiyah diarahkan untuk
menyiapkan peserta didik mengenal, memahami, menghayati dan
mengamalkan hukum Islam, yang kemudian
menjadi dasar pandangan hidupnya
(Way of Life) melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, penggunaan pengalaman dan pembiasaan.
Berdasarkan ketentuan tersebut
di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran Fiqih dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa cara antara lain melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran
yang dilakukan melalui pengamalan,
yakni memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan
hasil-hasil pengalaman ibadah dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah dalam
kehidupan. Sedangkan melalui pembiasaan,
yaitu dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan ajaran
Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi persoalan kehidupan.
Sabtu, 27 Mei 2017
Pinjam Meminjam
PINJAM-MEMINJAM
(‘ARIYAH/ALQARDLU)
Pengertian
Pinjam-Meminjam
Dalam fiqh
Islam terdapat dua istilah tentang pinjam-meminjam, yaitu 'ariyah dan al-Qardlu.
'Ariyah ialah akad berupa pemberian manfaat
suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan
tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil
manfaatnya.
al-qardlu ialah memberikan pinjaman
sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian akan membayar dengan sesuatu yang
sama pada waktu yang telah ditentukan. Misalnya, meminjam uang Rp 100.000-,
akan dikembalikan Rp 100.000,- pada waktu yang telah ditentukan.
A.
'Ariyah
Dasar Hukum 'Ariyah
Hukum ariyah adalah sunnah berdasarkan
firman Allah SWT dalam QS.Al- Maidah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ
Artinya:
"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. " (QS. Al-Maidah:2) „
Akan tetapi,
hukum 'ariyah bisa menjadi wajib, misalnya meminjamkan pisau untuk
menyembelih binatang yang hampir mati. Dan hukumnya bisa haram apabila barang
yang dipinjam itu digunakan untuk sesuatu yang haram atau dilarang oleh agama.
Karena jalan menuju sesuatu, hukumnya sama dengan hukum y;mg dituju.
Rukun dan Syarat Ariyah
Rukun 'ariyah ada 4 (empat), yatu:
1.
Mu 'ir (orang yang meminjamkan), syarat-syaratnya:
1)
Berakal sehat; orang gila tidak dapat meminjamkan barang.
2) Baligh; anak kecil tidak
dapat meminjamkan barang
3) Tidak sedang dalam
pengawasan orang lain (mahjur); seperti pemboros atau bukan orang yang
sedang pailit (bangkrut).
4) Pemilik bagi barang yang
dipinjam; orang yang meminjam barang orang
lain tidak boleh meminjamkan kembali kepada orang lain.
2.
Musta'ir (orang yang
meminjam), syaratnya:
1)
Berakal sehat
2)
Baligh
3)
Tidak sedang dalam pengawasan orang lain
3.
Musta 'ar (barang yang dipinjam), syarat-syaratnya:
1)
Barang yang benar-benar ada manfaatnya.
2) Zatnya tidak berubah jika
diambil manfaatnya.
4.
Shighat akad, yaitu perkataan yang menunjukkan adanya akad
pinjam-meminjam.
Jenis-jenis 'Ariyah
1.
'Ariyah Muthlaq
yaitu pinjam-meminjam barang yang
dalam akadnya tidak ada persyaratan apapun, Contoh, seorang meminjamkan
kendaraan, namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan
penggunaan kendaraan tersebut.
b. 'Ariyah
Muqayyad, yaitu akad meminjamkan barang yang dibatasi dari segi waktu dan
pemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya atau salah satunya. Maka musta'ir
harus bisa menjaga batasan tersebut.
Tanggung Jawab Peminjam
Seorang peminjam (musta'ir) memiliki tanggung jawab pcnuh terhadap
barang yang dipinjamnya. Bila peminjam (musta'ir) telah memegang
barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban
menggantinya kalau disebabkan karena kelalaian.
B. Qardl
Ketentuan-ketentuan Qardl Dasar Hukum Qardl
Qardl dalam istilah kita
dibahasakan dengan utang-itang. Hukum qardl pada awalnya sunnah bagi
orang yang meminjamkan dan mubah bagi orang yang meminjam. Allah SWT. berfirman:
مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ - 57:11
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
Artinya:
Siapakah
yang mau meminjamkan kepada Allah pinjarnan yang rik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjarnan ilu ntuknya
dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. " (QS. .1-Hadid:ll)
Rasulullah SAW bersabda:
Rasulullah SAW bersabda:
artinya:
Barang
siapa menghilangkan salah satu kesulitan dunia dari sauadaranya. Maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesulitan
pada hari kiamat. " (HR. Muslim)
Hukum Qardl
1.
Haram
apabila yang meminjamkan
mengetahui bahwa pinjaman itu akan digunakan untuk perbuatan haram seperti
untuk membeli minuman khamar, berjudi.
2.
Makruh,
apabila yang memberi
pinjaman mengetahui bahwa peminjam akan menggunakan hartanya bukan untuk
kemaslahatan, tetapi untuk berfoya-foya dan menghambur-hamburkannya atau
peminjam mengetahui bahwa dirinya tidak akan sanggup mengembalikan pinjaman
itu.
3.
Wajib,
apabila ia mengetahui bahwa peminjam membutuhkan harta untuk menafkahi
diri, keluarga, dan kerabatnya sesuai dengan ukuran yang disyariatkan,
sedangkan peminjam itu tidak memiliki cara lain untuk mendapatkan nafkah itu
selain dengan meminjam.
Rukun dan
Syarat-syarat Qardl
Rukun Qardl ada empat, yaitu:
1.
Muqridl (pemilik barang/pihak yang memberi hutang)
2.
Muqtaridl (yang
mendapat barang atau penghutang)
3.
Muqrodl (barang yang dihutangkan)
4.
Shighat (ijab
dari pihak muqridl) dan qobul (dari pihak muqtaridl)
syarat al-Qardhu adalah
sebagai berikut:
1.
Besarnya al-qardlu (pinjaman) harus diketahui nilai,
berat, besar, dan jumlahnya
b. Sifat
al-qardlu dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk
hewan.
hewan.
c. Al-Qardlu
berasal dari orang yang memenuhi syarat dimintai pinjaman.
Pembayaran Pinjaman
Setiap utang
wajib dibayar sehingga berdosalah seorang yang berhutang yang tidak mau
membayar utang. Bahkan kalau melalaikan
pembayaran utang termasuk
aniaya yang merupakan perbuatan dosa kalau dia mampu. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
"Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar
utang adalah aniaya ". (HR Bukhari dan Muslim)
Melebihkan
bayaran dari sejumlah pinjaman dibolehkan, asal kelebihan itu merupakan kemauan
dari orang yang berhutang, tanpa adanya paksaan dan tanpa ada perjanjian
sebelumnya. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang. Rasulullah
SAW bersabda:
Artinya:
"Sesungguhnya di antara
orang yang terbaik dari kamu adalah yang sebaik-baiknya dalam membayar
utang". (HR Bukhari dan Muslim)
Jika penambahan tersebut
dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi perjanjian dalam akad
perutangan, maka tambahan itu haram bagi muqridl (orang yang
mengutangkan) untuk mengambilnya, karena hal tersebut termasuk riba.
Sabda Rasulullah SAW.
Artinya:
"Dari
Umarah Al-Hamdani, ia berkata soya mendengar dari AH ra, bahwa Rasulullah SAW
bersabda: "Setiap akad qardh dengan mengambil manfaat adalah riba ".
Jual Beli
Pengertian
Jual Beli
Menurut bahasa jual beli adalah memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang
lain.
menurut
istilah jual beli adalah tukar-menukar suatu benda dengan benda lain dengan
disertai akad atas dasar suka sama suka. Hukum jual beli adalah mubah (boleh).
Dasar Hukum Jual Beli
Dasar hukum jual beli adalah al-Quran dan al-Hadis. Allah SWT berfirman:
Artinya:
"Dan
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah:275)
Sabda
Rasulullah SAW.
Artinya:
"Usaha
apakah yang paling baik? Beliau menjawab, "Pekerjaan seseorang dengan
tangannya dan setiap jual beli yang bersih. " (HR. al-Bazzar dan Disahihkan oleh
Imam Hakim).
Rukun dan Syarat Jual Beli
:
1. Penjual
dan pembeli ('ba'i dan musytari), syarat-syaratnya:
1)
Baligh
2)
Berakal
3)
Atas kehendak sendiri. Sabda Rasulullah SAW.
Artinya:
"Sesungguhnya
jual beli itu sah apabila terjadi atas dasar suka
sama suka. " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah
2. Barang yang
diperjual-belikan (mabi'), syarat-syaratnya:
1)
Suci, maka tidak sah jual beli barang najis, kecuali anjing
untuk berburu.
2)
Bermanfaat menurut syara'.
3)
Tidak dikaitkan dengan hal-hal lain. Misalnya, jika ayahku
pergi akan saya jual motor ini kepadamu.
pergi akan saya jual motor ini kepadamu.
4)
Tidak dibatasi waktunya.
5)
Dapat diserahkan dengan cepat ataupun lambat.
6)
Milik sendiri.
7)
Dapat diketahui barangnya, meliputi berat, jumlah, takaran
dan sebagainya. Sabda Rasulullah SAW
dan sebagainya. Sabda Rasulullah SAW
Artinya:
"Rasulullah
SA W melarang jual beli lempar-melempar (mengundi nasib) dan jual beli gharar
(tipu muslihat) " (HR. Muslim)
3.
Ijab qabul. Ijab adalah pernyataan dari pihak penjual. Sedangkan qabul
adalah pernyataan dari pihak pembeli. Syarat utamanya adalah Ada kesamaan
antara lafazh ijab dan qabul.
Macam-macam
Jual Beli
Jual Beli
Ditinjau dari Segi Hukum
1.
Jual beli yang sah menurut hukum,
yaitu jual beli yang memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli serta
tidak terdapat unsur yang menyebabkan tidak sahnya jual beli.
2.
Jual beli yang sah tapi terlarang, terdiri dari:
1)
Membeli barang yang sedang ditawar orang lain yang masih
dalam masa khiyar.
2) Membeli barang dengan
harga yang lebih mahal dari harga pasar dengan tujuan menghalangi orang lain.
3) Membeli barang dengan
menghadang di pinggir jalan, padahal ia belum mengetahui harga pasar.
4) Membeli barang untuk
ditimbun.
5) Juali beli barang yang digunakan
untuk maksiat
6)
Jual beli pada waktu shalat Jum'at
3.
Jual beli terlarang dan tidak sah hukumnya, terdiri
dari:
1) Jual
beli barang yang najis oleh agama, seperti anjing, babi, bangkai, dan khamar.
2) Jual
beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina
agar dapat memperoleh turunan. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
"Rasulullah
SAW melarang jual beli kelebihan air (sperma)." (HR. Muslim)
3) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam
perut
induknya. Sabda Rasulullah SAW
induknya. Sabda Rasulullah SAW
Artinya:
"Rasulullah
SAW melarang jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya."
(HR.
Bukhari dan Muslim)
4)
Jual beli sistem ijon, yaitu jual beli yang belum jelas
barangnya. Misalnya, jual beli buah-buahan yang masih
muda, jual beli padi yang masih hijau yang keduanya
dimungkinkan dapat merugikan salah satunya.
barangnya. Misalnya, jual beli buah-buahan yang masih
muda, jual beli padi yang masih hijau yang keduanya
dimungkinkan dapat merugikan salah satunya.
5) Jual beli dengan mulammassah,
yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh
sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang
menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena
mengandung tipuan atau kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu
pihak.
6) Jual beli dengan munabadzah,
yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata,
"lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu
apa yang ada padaku". Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah jual
beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qabul.
Jual Beli Ditinjau Dari Segi Obyeknya
1.
Jual beli benda yang tampak, yaitu pada waktu melakukan akad
jual beli benda atau barang yang diperjual-belikan ada di depan penjual
dan pembeli.
3.
Jual beli benda yang tidak tampak, yaitu jual beli
yang dilarang oleh agama Islam karena dikhawatirkan barang tersebut diperoleh
dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah
satu pihak.
Jual Beli Ditinjau dari Pelaku Akad
1. Dengan lisan, yaitu akad yang
dilakukan oleh kebanyakan orang seperti dengan berbicara.
2. Dengan perantara atau utusan, yaitu penyampaian akad jual
beli melalui perantara, utusan, tulisan, atau surat-menyurat jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara'.
3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu'athah, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli ini sah menurut sebagian ulama, dengan syarat harga barang yang diperjual-belikan sudah diketahui, tanpa membutuhkan tawar-menawar.
2. Dengan perantara atau utusan, yaitu penyampaian akad jual
beli melalui perantara, utusan, tulisan, atau surat-menyurat jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara'.
3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu'athah, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual kemudian diberikan uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli ini sah menurut sebagian ulama, dengan syarat harga barang yang diperjual-belikan sudah diketahui, tanpa membutuhkan tawar-menawar.
Langganan:
Postingan (Atom)