dropdown sederhana

Sabtu, 27 Mei 2017

Pinjam Meminjam



PINJAM-MEMINJAM (‘ARIYAH/ALQARDLU)

Pengertian Pinjam-Meminjam
Dalam fiqh Islam terdapat dua istilah tentang pinjam-meminjam, yaitu 'ariyah dan al-Qardlu.
 'Ariyah ialah akad berupa pemberian manfaat suatu benda halal dari seseorang kepada orang lain tanpa ada imbalan dengan tidak mengurangi atau merusak benda itu dan dikembalikan setelah diambil manfaatnya.
al-qardlu ialah memberikan pinjaman sesuatu kepada orang lain dengan perjanjian akan membayar dengan sesuatu yang sama pada waktu yang telah ditentukan. Misalnya, meminjam uang Rp 100.000-, akan dikembalikan Rp 100.000,- pada waktu yang telah ditentukan.
A.  'Ariyah
Dasar Hukum 'Ariyah
Hukum ariyah adalah sunnah berdasarkan firman Allah SWT dalam QS.Al- Maidah ayat 2:


وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ 

Artinya:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. " (QS. Al-Maidah:2)
Akan tetapi, hukum 'ariyah bisa menjadi wajib, misalnya meminjamkan pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Dan hukumnya bisa haram apabila barang yang dipinjam itu digunakan untuk sesuatu yang haram atau dilarang oleh agama. Karena jalan menuju sesuatu, hukumnya sama dengan hukum y;mg dituju.

Rukun dan Syarat Ariyah
Rukun 'ariyah ada 4 (empat), yatu:
1.      Mu 'ir (orang yang meminjamkan), syarat-syaratnya:
1)             Berakal sehat; orang gila tidak dapat meminjamkan barang.
2)      Baligh; anak kecil tidak dapat meminjamkan barang
3)      Tidak sedang dalam pengawasan orang lain (mahjur); seperti pemboros atau bukan orang yang sedang pailit (bangkrut).
4)      Pemilik bagi barang yang dipinjam; orang yang meminjam barang orang lain tidak boleh meminjamkan kembali kepada orang lain.
2.      Musta'ir (orang yang meminjam), syaratnya:
1)    Berakal sehat
2)         Baligh
3)    Tidak sedang dalam pengawasan orang lain
3.      Musta 'ar (barang yang dipinjam), syarat-syaratnya:
1)             Barang yang benar-benar ada manfaatnya.
2)      Zatnya tidak berubah jika diambil manfaatnya.
4.      Shighat akad, yaitu perkataan yang menunjukkan adanya akad pinjam-meminjam.
       Jenis-jenis 'Ariyah
1.         'Ariyah Muthlaq
yaitu pinjam-meminjam barang yang dalam akadnya tidak ada persyaratan apapun, Contoh, seorang meminjamkan kendaraan, namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan kendaraan tersebut.
b.    'Ariyah Muqayyad, yaitu akad meminjamkan barang yang dibatasi dari segi waktu dan pemanfaatannya, baik disyaratkan pada keduanya atau salah satunya. Maka musta'ir harus bisa menjaga batasan tersebut.
     Tanggung Jawab Peminjam
Seorang peminjam (musta'ir) memiliki tanggung jawab pcnuh terhadap barang yang dipinjamnya. Bila peminjam (musta'ir) telah memegang barang-barang pinjaman, kemudian barang tersebut rusak, ia berkewajiban menggantinya kalau disebabkan karena kelalaian.
B.  Qardl
Ketentuan-ketentuan Qardl Dasar Hukum Qardl
Qardl dalam istilah kita dibahasakan dengan utang-itang. Hukum qardl pada awalnya sunnah bagi orang yang meminjamkan dan mubah bagi orang yang meminjam. Allah SWT. berfirman:




مَّن ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ - 57:11
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ

Artinya:
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjarnan yang rik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjarnan ilu ntuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. " (QS. .1-Hadid:ll)

Rasulullah SAW bersabda:

artinya:
Barang siapa menghilangkan salah satu kesulitan dunia dari sauadaranya. Maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesulitan pada hari kiamat. " (HR. Muslim)


Hukum Qardl
1.    Haram
 apabila yang meminjamkan mengetahui bahwa pinjaman itu akan digunakan untuk perbuatan haram seperti untuk membeli minuman khamar, berjudi.
2.    Makruh,
 apabila yang memberi pinjaman mengetahui bahwa peminjam akan menggunakan hartanya bukan untuk kemaslahatan, tetapi untuk berfoya-foya dan menghambur-hamburkannya atau peminjam mengetahui bahwa dirinya tidak akan sanggup mengembalikan pinjaman itu.
3.    Wajib,
apabila ia mengetahui bahwa peminjam membutuhkan harta untuk menafkahi diri, keluarga, dan kerabatnya sesuai dengan ukuran yang disyariatkan, sedangkan peminjam itu tidak memiliki cara lain untuk mendapatkan nafkah itu selain dengan meminjam.
Rukun dan Syarat-syarat Qardl
Rukun Qardl ada empat, yaitu:
1.        Muqridl (pemilik barang/pihak yang memberi hutang)
2.        Muqtaridl (yang mendapat barang atau penghutang)
3.        Muqrodl (barang yang dihutangkan)
4.         Shighat (ijab dari pihak muqridl) dan qobul (dari pihak muqtaridl)
syarat al-Qardhu adalah sebagai berikut:
1.         Besarnya al-qardlu (pinjaman) harus diketahui nilai, berat, besar, dan jumlahnya
b.   Sifat al-qardlu dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk
hewan.
c.    Al-Qardlu berasal dari orang yang memenuhi syarat dimintai pinjaman.
Pembayaran Pinjaman
Setiap utang wajib dibayar sehingga berdosalah seorang yang berhutang yang tidak mau membayar utang. Bahkan kalau melalaikan pembayaran utang termasuk aniaya yang merupakan perbuatan dosa kalau dia mampu. Rasulullah SAW bersabda:


Artinya:
"Orang kaya yang melalaikan kewajiban membayar utang adalah aniaya ". (HR Bukhari dan Muslim)
Melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman dibolehkan, asal kelebihan itu merupakan kemauan dari orang yang berhutang, tanpa adanya paksaan dan tanpa ada perjanjian sebelumnya. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar utang. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya:
"Sesungguhnya di antara orang yang terbaik dari kamu adalah yang sebaik-baiknya dalam membayar utang". (HR Bukhari dan Muslim)
Jika penambahan tersebut dikehendaki oleh orang yang berutang atau telah menjadi perjanjian dalam akad perutangan, maka tambahan itu haram bagi muqridl (orang yang mengutangkan) untuk mengambilnya, karena hal tersebut termasuk riba.
Sabda Rasulullah SAW.

Artinya:
"Dari Umarah Al-Hamdani, ia berkata soya mendengar dari AH ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Setiap akad qardh dengan mengambil manfaat adalah riba ".

Jual Beli


Pengertian Jual Beli
Menurut bahasa jual beli adalah memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
menurut istilah jual beli adalah tukar-menukar suatu benda dengan benda lain dengan disertai akad atas dasar suka sama suka. Hukum jual beli adalah mubah (boleh).
Dasar Hukum Jual Beli
Dasar hukum jual beli adalah al-Quran dan al-Hadis. Allah SWT berfirman:

Artinya:
"Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (QS. Al-Baqarah:275)
Sabda Rasulullah SAW.

Artinya:
"Usaha apakah yang paling baik? Beliau menjawab, "Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang bersih. " (HR. al-Bazzar dan Disahihkan oleh Imam Hakim).
Rukun dan Syarat Jual Beli :
1.    Penjual dan pembeli ('ba'i dan musytari), syarat-syaratnya:
1)      Baligh
2)      Berakal
3)      Atas kehendak sendiri. Sabda Rasulullah SAW.

Artinya:
"Sesungguhnya jual beli itu sah apabila terjadi atas dasar suka sama suka. " (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah
2.     Barang yang diperjual-belikan (mabi'), syarat-syaratnya:
1)        Suci, maka tidak sah jual beli barang najis, kecuali anjing untuk berburu.
2)        Bermanfaat menurut syara'.
3)        Tidak dikaitkan dengan hal-hal lain. Misalnya, jika ayahku
pergi akan saya jual motor ini kepadamu.
4)        Tidak dibatasi waktunya.
5)        Dapat diserahkan dengan cepat ataupun lambat.
6)        Milik sendiri.
7)        Dapat diketahui barangnya, meliputi berat, jumlah, takaran
dan sebagainya. Sabda Rasulullah SAW

Artinya:
"Rasulullah SA W melarang jual beli lempar-melempar (mengundi nasib) dan jual beli gharar (tipu muslihat) " (HR. Muslim)
3.        Ijab qabul. Ijab adalah pernyataan dari pihak penjual. Sedangkan qabul adalah pernyataan dari pihak pembeli. Syarat utamanya adalah Ada kesamaan antara lafazh ijab dan qabul.
Macam-macam Jual Beli
Jual Beli Ditinjau dari Segi Hukum
1.        Jual beli yang sah menurut hukum,
yaitu jual beli yang memenuhi syarat-syarat dan rukun jual beli serta tidak terdapat unsur yang menyebabkan tidak sahnya jual beli.
2.         Jual beli yang sah tapi terlarang, terdiri dari:
1)             Membeli barang yang sedang ditawar orang lain yang masih dalam masa khiyar.
2)      Membeli barang dengan harga yang lebih mahal dari harga pasar dengan tujuan menghalangi orang lain.
3)      Membeli barang dengan menghadang di pinggir jalan, padahal ia belum mengetahui harga pasar.
4)      Membeli barang untuk ditimbun.
5)      Juali beli barang yang digunakan untuk maksiat
6)             Jual beli pada waktu shalat Jum'at
3.         Jual beli terlarang dan tidak sah hukumnya, terdiri dari:
1)   Jual beli barang yang najis oleh agama, seperti anjing, babi, bangkai, dan khamar.
2)   Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina agar dapat memperoleh turunan. Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:
"Rasulullah SAW melarang jual beli kelebihan air (sperma)." (HR. Muslim)
3)   Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut
induknya. Sabda Rasulullah SAW

Artinya:
"Rasulullah SAW melarang jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya." (HR. Bukhari dan Muslim)
4)   Jual beli sistem ijon, yaitu jual beli yang belum jelas
barangnya. Misalnya, jual beli buah-buahan yang masih
muda, jual beli padi yang masih hijau yang keduanya
dimungkinkan dapat merugikan salah satunya.
5)      Jual beli dengan mulammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan atau kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
6)      Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata, "lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku". Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah jual beli. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab dan qabul.
7)      Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering.
Jual Beli Ditinjau Dari Segi Obyeknya
1.         Jual beli benda yang tampak, yaitu pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual-belikan ada di depan penjual dan pembeli.
2.         Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian,
yaitu jual beli salam (pesanan).
3.         Jual beli benda yang tidak tampak, yaitu jual beli yang dilarang oleh agama Islam karena dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.
Jual Beli Ditinjau dari Pelaku Akad
1. Dengan lisan, yaitu akad yang dilakukan oleh kebanyakan orang seperti dengan berbicara.
2. Dengan perantara atau utusan, yaitu penyampaian akad jual
beli melalui perantara, utusan, tulisan, atau surat-menyurat jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara'.

3. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah mu'athah, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab qabul, seperti seseorang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol    oleh    penjual    kemudian    diberikan     uang pembayarannya kepada penjual. Jual beli ini sah menurut sebagian ulama, dengan syarat harga barang yang diperjual-belikan sudah diketahui, tanpa membutuhkan tawar-menawar.